DPR Bolos? Biasa…(kok jadi kebiasaan)

Gedung DPR

Obral janji saat kampanye dan tak peduli tanggung jawab setelah terpilih sudah bukan hal yang baru, apalagi untuk yang namanya wakil rakyat. Seakan rakyat menjadi penting bagi mereka menjelang pemilu untuk bisa merebut simpati dan suara. Setelah pemilu bubar, rakyat dan nasib bangsa tidak perlu digubris. Toh, kursi di dewan sudah didapat. Mental yang parah seperti ini sayangnya disandang oleh banyak orang yang pernah ‘lewat’ dan sedang ‘nongkrong’ di lembaga perwakilan DPR. Akibatnya mereka tak merasa perlu hadir dalam berbagai pembahasan legislasi dan pengawasan yang diemban DPR, baik di rapat komisi, paripurna, fraksi maupun perlengkapan DPR lainnya. Istilah DPR bolos pun dikenal luas oleh rakyat.

Kondisi itu untuk periode saat ini 2009-2014 sangat menyedihkan sehingga pimpinan DPR geram. Sejumlah langkah pun dilakukan untuk ‘memaksa’ anggota Dewan yang doyan bolos untuk hadir. Kompas melaporkan, salah satu wacana yang berkembang adalah pemotongan honor kehadiran. Apa pendapat Ketua DPR, Marzuki Alie, terhadap wacana ini? “Mau itu pemotongan atau apapun yang arahnya untuk kebaikan saya setuju. Tapi harus diputuskan melalui forum yang lebih besar. Misal, kalau terlambat lebih dari 10 menit enggak dibayar,” kata Marzuki, di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (23/7/2010).

Ia mengaku sangat prihatin dengan tingkat kedisiplinan anggota Dewan periode sekarang yang baru bertugas dalam hitungan bulan. Namun, pimpinan Dewan punya kewenangan untuk menindak anggota yang malas. “Seharusnya fraksi yang bertindak. Badan Kehormatan juga bisa menindak secara kode etik. Nanti bisa saja kita buat mekanisme, Kesekjenan bisa melaporkan anggota yang membolos ke Badan Kehormatan,” kata politisi Partai Demokrat ini.

“Para anggota DPR itu harus menyadari ini amanat Tuhan, ada sanksi akhirat yang paling berat,” kata dia.

Dalam waktu dekat, DPR juga akan menerapkan sistem baru yaitu presensi para anggotanya dengan sistem sidik jari. Hal ini untuk mengantisipasi para anggota yang hanya menitipkan tanda tangan pada para stafnya. “Selama ini kan tanda tangannya ada, tapi orangnya enggak ada,” kata Marzuki.

Tentang hal yang sama, Republika melaporkan bahwa anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan, sanksi terhadap anggota DPR yang sering membolos sebaiknya diusulkan pimpinan DPR kepada partainya masing-masing untuk diadakan pergantian antarwaktu agar memberikan efek jera. “Jika sanksinya berupa pemotongan gaji dan insentif saya kira belum memberikan efek jera,” kata Bambang Soesatyo usai diskusi di Jakatra, Sabtu.

Menurut dia, usulan agar dilakukan pergantian antarwaktu (PAW) disampaikan pimpinan DPR setelah anggota DPR yang bersangkutan diberikan peringatan hingga tiga kali agar tidak sering membolos. Namun setelah diberikan tiga kali peringatan masih sering membolos, menurut dia, sebaiknya pimpinan DPR mengusulkan kepada partainya masing-masing untuk dilakukan pergantian antar waktu (PAW).

Bambang mengatakan, “Jika ada anggota DPR yang sering membolos, bagaimana bisa tahu perkembangan persoalan, bagaimana bisa mengkritisi persoalan, bagaimana bisa memberikan argumen yang baik pada pembahasan rancangan undang-undang,” katanya. (IRIB/Republika/Kompas/AHF)

DPR Lupa Skandal Century?

Anggota Tim Sembilan Kasus Bank Century Bambang Soesatyo menyatakan kecewa terhadap keputusan Komisi XI DPR yang menyetujui Darmin Nasution menjadi Gubernur Bank Indonesia.

“Meskipun teman-teman di Komisi XI DPR memutuskan menyetujui Darmin Nasution sebagai Gubernur Bank Indonesia dengan catatan, kami di Tim Sembilan merasa kecewa,” kata Bambang Soesatyo usai diskusi di Jakarta, Sabtu (24/7/2010).

Menurut laporan Kompas, anggota Komisi III DPR ini mengatakan, sebelumnya anggota Tim Sembilan sudah menyampaikan dokumen berisi data dan fakta soal kasus Bank Century dan persoalan lainnya yang terkait dengan nama Darmin Nasution ke Komisi XI DPR. Bambang menilai disetujuinya Darmin Nasution sebagai Gubernur Bank Indonesia bisa menjadi ‘bom waktu’ bagi BI.

Menurut dia, Komisi III DPR dalam waktu dekat akan memanggil Darmin Nasution untuk memberikan penjelasan terkait dengan sejumlah kasus yang telah dilaporkan ke Komisi III DPR. “Panja Pengawasan di Komisi III sudah dua kali memanggil Darmin Nasution, tapi dia tidak hadir dengan alasan sakit,” katanya.

Bambang mempertanyakan, mengapa jika dipanggil Komisi XI bisa hadir. Dia menengarai, Darmin menghindari pemanggilan oleh Komisi III.

Komisi XI DPR menyetujui Darmin sebagai Gubernur BI secara aklamasi, namun dengan catatan seluruh fraksi sepakat bila di kemudian hari Darmin menjadi tersangka dalam kasus Bank Century, maka yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatannya.

Persetujuan itu dicapai melalui rapat internal di Komisi XI DPR pada Kamis (22/7/2010) malam setelah sebelumnya dilakukan uji kelayakan dan kepatutan pada Rabu dan Kamis (21-22/7/2010).

Darmin sebelumnya menduduki jabatan Deputi Senior Gubernur BI menggantikan Miranda Gultom dan juga pernah menjabat sebagai Dirjen Pajak Departemen Keuangan.

Sebelum ini, juru bicara Indonesia Bersih, Adhie M Massardi, mengatakan, DPR telah menyebut Darmin sebagai salah seorang yang harus bertanggung jawab dalam skandal rekayasa bailout Bank Century, yang melibatkan uang negara sebesar Rp 6,7 triliun. “Meskipun banyak orang yang teriak mengingatkan akan kaitan dengan kasus ini, tampaknya teriakan itu tidak mereka dengar,” ujar Adhie.

Memang, menurut Adhie, ibarat muazin yang meneriakkan waktu shalat dengan lantang, bahkan dibantu pengeras suara, usahanya sering tidak menjadi panggilan bagi semua orang untuk datang ke hadapan-Nya. Tugas muazin hanya mengingatkan kepada umat Islam bahwa waktu shalat telah tiba. “Selanjutnya tergantung pada keimanan seseorang yang mendengarnya. Begitu juga dengan wakil rakyat di DPR, mereka telah diingatkan tentang kasus Century. Namun, mereka banyak yang tertutup hatinya,” ujarnya.

Categories: Dalam Negeri | Leave a comment

Post navigation

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.